Pangkajene, Sulawesi Selatan – Perjalanan liburan keluarga besar Asri Sahabuddin asal Pangkajene berubah menjadi mimpi buruk setelah mengalami pengalaman yang sangat tidak menyenangkan di Stasiun Mandai, Sulawesi Selatan. Rombongan yang berjumlah 30 orang ini mengaku mendapat perlakuan yang dianggap tidak manusiawi dari salah seorang petugas PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Keluarga Asri Sahabuddin telah membeli tiket resmi untuk tiga rute perjalanan: Pangkajene–Barru, Barru–Mandai, dan Mandai–Pangkajene. Perjalanan dimulai dari Stasiun Pangkajene, dan meskipun semua anggota keluarga harus berdiri selama perjalanan menuju Barru karena tidak mendapatkan tempat duduk, mereka tetap berusaha menikmati liburan.
“Kami tetap menikmati perjalanan, meski harus berdiri semua dari Pangkajene ke Barru. Tidak apa-apa, kami maklumi,” ujar Asri.
Masalah muncul ketika rombongan tiba di Stasiun Mandai untuk melanjutkan perjalanan pulang. Seorang petugas KAI menyatakan bahwa anak-anak dalam rombongan tidak memiliki tiket dan tidak diizinkan naik kereta.
“Kami sudah mohon-mohon agar dibantu. Kami siap bayar berapapun syarat anak-anak kami bisa ikut pulang. Tapi petugas tetap menolak, katanya tiket sudah habis,” cerita Asri dengan nada sedih.
Puncak mengecewakan keluarga adalah ucapan dari petugas KAI yang diduga mengatakan, “Tidak bisa berangkat ini anak, tiket sudah habis. Simpan saja ini anak di sini.” Perkataan ini langsung memicu reaksi keras dari keluarga Asri, yang menilai pernyataan tersebut sangat tidak manusiawi, terutama mengingat anak-anak yang terlibat masih di bawah umur.
“Bagaimana bisa anak kami diminta ditinggal di stasiun? Kami bukan tidak mau bayar, kami hanya minta solusi. Tapi malah disuruh meninggalkan anak di tempat umum. Hati kami benar-benar sakit dan kecewa,” lanjut Asri.
Kejadian ini berpotensi menjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), sesuai dengan definisi dalam Pasal 1 angka 6 UU HAM yang menyebutkan bahwa pelanggaran HAM adalah perbuatan melawan hukum yang mengurangi, menghalangi, membatasi, dan mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang.
Setelah terjadi ketegangan dan protes keras dari keluarga, petugas keamanan akhirnya mengizinkan mereka untuk kembali ke Pangkajene. Namun, karena kereta sudah penuh, rombongan terpaksa menyewa mobil melalui aplikasi Maxim dan pulang dengan perasaan kecewa dan terluka secara emosional.
Permintaan Evaluasi dan Tindakan Tegas
Keluarga besar Asri Sahabuddin berharap pihak PT KAI menanggapi secara serius kejadian ini. Mereka menuntut adanya evaluasi terhadap pelayanan petugas di lapangan, terutama dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan anak-anak dan keluarga besar.
“Kami tidak bermaksud menyudutkan siapa pun, tapi ini harus jadi evaluasi. Jangan sampai ada keluarga lain yang mengalami hal seperti kami,” tegas Asri.
Hingga berita ini diturunkan, pihak KAI belum memberikan penjelasan resmi terkait kejadian tersebut. Kejadian ini mengingatkan akan pentingnya sikap profesional dan empati petugas publik, serta perlunya perbaikan dalam pelayanan publik untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.